Terseram.com- Plato berteori tentang Atlantis dalam buku karyanya yang berjudul Timaeus and Critias. Buku ini mengisahkan sebuah pulau misterius yang dikelilingi oleh pilar-pilar herkules. Namanya adalah negeri Atlantis, dengan angkatan lautnya yang sangat tangguh hingga mampu menaklukkan Eropa sekitar 9000 tahun sebelum masehi. Atlantis adalah negeri yang luar biasa hebat. Menjadi model dari pemerintahan yang amat megah bagi seorang Plato.
Kisah tentang Atlantis meracuni banyak literatur ilmiah maupun fiksi. Terutama di bidang kebudayaan, politik, sejarah, dan sastra. Pesona Atlantis membuai banyak orang. Mereka berimajinasi andai diri mereka hidup di negeri Atlantis. Namun apadaya, itu hanya mimpi. Atlantis sudah lenyap dalam tempo sehari semalam saja. Jejaknya tak tersisa. Hanya tinggal mitos. Dan mitos itu mungkin saja dikisahkan Plato melalui buku. Atau bisa jadi, filosof ini hanya sedang berkhayal dan membual, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kenyataan sejarah Eropa. Ia hanya sedang merumuskan sebuah teori politik yang abadi, yang terkenal sebagai Teori Utopia.
Seberapa empiris Plato dalam berteori? Seorang Filsuf terkadang bisa berimajinasi dengan daya kreatifnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kenyataan ruang. Namun, seseorang tidak boleh juga memandang sebelah mata berbagai teori utopis tentang negeri-negeri yang lenyap. Karena memandang rendah ini, sama saja dengan "memutuskan daya nalar manusia". Padahal Tuhan sudah Menghimbau agar manusia senantiasa mengamati tanda-tanda Kekuasaan-Nya di alam semesta.
Spekulasi di bidang science bukanlah hal tabu. Metode kuantitatif mengenal hipotesis. Metode kualitatif mengenal positivisme logis dan falsifikasi. Semua itu berpijak pada praduga-praduga menyingkap kebenaran. Jadi ketika seseorang menyangsikan wacana soal "negeri-negeri yang lenyap", sama saja dia menghentikan dinamika ilmu pengetahuan.
Gunung Padang masuk tataran ilmiah bermula dari spekulasi juga, kan? Metodologi science tak pernah bisa lepas dari spekulasi, bahkan sebenarnya ilmu justru berkembang karena adanya spekulasi (hipotesis) dan untuk membuktikan spekulasi itu. Yang membuat sebuah teori dikatakan ilmiah adalah prosesnya, instrumennya, kesesuaian antara "idealitas dengan realitas", ini butuh proses panjang.
Yang bahaya dari segala teori Utopia adalah bila dijadikan sebuah alat kekuasaan "para megalomania".. Seperti kata Michel Foucault, ada hubungan antara kekuasaan dengan pengetahuan. Bisa pula menyikapi teori Utopia negeri yang hilang dengan pragmatis saja, kalau memang Nusantara itu Atlantis, apa untungnya buat peradaban masa kini?
Penelitian Gunung Padang bisa membuka mata saintis Indonesia untuk berani berspekulasi dan pada beberapa situasi "berani memojokkan normal science menjadi pseudoscience penuh unsur mistik dan budaya lokal". Kalau di dalam perut Gunung Padang isinya emas yang melimpah, apa nggak bakal jadi rebutan? Atau isinya gerbang ke neraka seperti dalam film Firegate. Tentu hal baik maupun buruk soal Gunung Padang akan menciptakan kehebohan publik tersendiri.
Kembali ke Atlantis, tidak usah Atlantis-Atlantisan, melek realitas aja, masyarakat nusantara patut bersyukur memiliki kekayaan alam melimpah, kesuburan tanah, tinggal SDM-nya dan moralitas diperbaiki. UTOPIA akan selalu ada pada Masyarakat yang sedang Ditimpa DEKADENSI dalam segala bidang. Kata Erich Fromm, "manusia adalah makhluk berpengharapan", berharap Atlantis ada dan merupakan masa lalu dari negerinya. Jika memang Gunung Padang itu jejak peradaban tinggi nusantara di masa lalu, atau malah jejak negeri Atlantis yang hilang, tentu ini menjadi berkah bagi alam semesta, rakyat Indonesia, serta dunia sains.
Kisah tentang Atlantis meracuni banyak literatur ilmiah maupun fiksi. Terutama di bidang kebudayaan, politik, sejarah, dan sastra. Pesona Atlantis membuai banyak orang. Mereka berimajinasi andai diri mereka hidup di negeri Atlantis. Namun apadaya, itu hanya mimpi. Atlantis sudah lenyap dalam tempo sehari semalam saja. Jejaknya tak tersisa. Hanya tinggal mitos. Dan mitos itu mungkin saja dikisahkan Plato melalui buku. Atau bisa jadi, filosof ini hanya sedang berkhayal dan membual, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kenyataan sejarah Eropa. Ia hanya sedang merumuskan sebuah teori politik yang abadi, yang terkenal sebagai Teori Utopia.
Seberapa empiris Plato dalam berteori? Seorang Filsuf terkadang bisa berimajinasi dengan daya kreatifnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kenyataan ruang. Namun, seseorang tidak boleh juga memandang sebelah mata berbagai teori utopis tentang negeri-negeri yang lenyap. Karena memandang rendah ini, sama saja dengan "memutuskan daya nalar manusia". Padahal Tuhan sudah Menghimbau agar manusia senantiasa mengamati tanda-tanda Kekuasaan-Nya di alam semesta.
Spekulasi di bidang science bukanlah hal tabu. Metode kuantitatif mengenal hipotesis. Metode kualitatif mengenal positivisme logis dan falsifikasi. Semua itu berpijak pada praduga-praduga menyingkap kebenaran. Jadi ketika seseorang menyangsikan wacana soal "negeri-negeri yang lenyap", sama saja dia menghentikan dinamika ilmu pengetahuan.
Gunung Padang masuk tataran ilmiah bermula dari spekulasi juga, kan? Metodologi science tak pernah bisa lepas dari spekulasi, bahkan sebenarnya ilmu justru berkembang karena adanya spekulasi (hipotesis) dan untuk membuktikan spekulasi itu. Yang membuat sebuah teori dikatakan ilmiah adalah prosesnya, instrumennya, kesesuaian antara "idealitas dengan realitas", ini butuh proses panjang.
Yang bahaya dari segala teori Utopia adalah bila dijadikan sebuah alat kekuasaan "para megalomania".. Seperti kata Michel Foucault, ada hubungan antara kekuasaan dengan pengetahuan. Bisa pula menyikapi teori Utopia negeri yang hilang dengan pragmatis saja, kalau memang Nusantara itu Atlantis, apa untungnya buat peradaban masa kini?
Penelitian Gunung Padang bisa membuka mata saintis Indonesia untuk berani berspekulasi dan pada beberapa situasi "berani memojokkan normal science menjadi pseudoscience penuh unsur mistik dan budaya lokal". Kalau di dalam perut Gunung Padang isinya emas yang melimpah, apa nggak bakal jadi rebutan? Atau isinya gerbang ke neraka seperti dalam film Firegate. Tentu hal baik maupun buruk soal Gunung Padang akan menciptakan kehebohan publik tersendiri.
Kembali ke Atlantis, tidak usah Atlantis-Atlantisan, melek realitas aja, masyarakat nusantara patut bersyukur memiliki kekayaan alam melimpah, kesuburan tanah, tinggal SDM-nya dan moralitas diperbaiki. UTOPIA akan selalu ada pada Masyarakat yang sedang Ditimpa DEKADENSI dalam segala bidang. Kata Erich Fromm, "manusia adalah makhluk berpengharapan", berharap Atlantis ada dan merupakan masa lalu dari negerinya. Jika memang Gunung Padang itu jejak peradaban tinggi nusantara di masa lalu, atau malah jejak negeri Atlantis yang hilang, tentu ini menjadi berkah bagi alam semesta, rakyat Indonesia, serta dunia sains.
0 komentar:
Posting Komentar