Kamis, 14 Juli 2016

Buaya Predator di Kalimantan Adalah Jelmaan Manusia

Kalimantan hingga sekarang masihlah menjadi pulau yang misterius. Seakan hanya berisi belantara luas dengan jurang-jurang mengerikan. Belum lagi kabar simpang siur soal kentalnya magic di sana. Jika di Bali, para turis biasa melihat sesaji sembahyang berteletekan di sana. Di Kalimantan para turis harus hati-hati dengan ranjau magic yang konon bertebaran pula dalam wujud sesaji-sesaji semacam.

Kisah percintaan antara manusia dari suku-suku di Kalimantan dengan manusia dari suku-suku di luar Kalimantan tentu kerap terdengar. Bukan kisah biasa, melainkan kisah yang penuh misteri. Bukan maksud menyebarkan gosip, berdasarkan mitos yang beredar di masyarakat, bila seseorang sudah ditaksir oleh manusia dari suku Dayak maka harus berhati-hati. Jangan sampai kabur apalagi mengecewakan karena mereka memiliki magic yang kuat, bisa-bisa akan celaka.

Memang benar, melakukan perjalanan wisata maupun budaya ke Kalimantan pada beberapa sudut mampu membuat turis melihat citra Indonesia yang otentik, jauh dari unsur modernisasi. Bisa turis lihat di pedalaman Kalimantan Timur, tepatnya di desa Manubar, kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur. Di sana turis bisa melihat potret kehidupan yang sangat luar biasa karena kental dengan adat namun memiliki taraf hidup yang tinggi bagai di Pantai Gading. Masyarakat sana masih melakukan kegiatan perburuan, namun di sisi lain juga menjalankan ekonomi kerakyatan desa yang bisa dibilang agak jetset kelasnya. Segala bahan kebutuhan pokok mahal di sana, pun dengan upah harian para pekerja di sana juga konon lumayan tinggi.

Desa Manubar adalah sebuah desa yang memiliki pantai dan sungai-sungai besar yang tergolong muara. Di dalam sungai-sungai besar itu, para nelayan bisa mendapatkan udang. Namun bisa mendapatkan celaka. Sebab, di muara itu tersimpan pula habitat predator, buaya raksasa.



Buaya... iya buaya hidup di sana dengan santainya. Terkadang melintas di antara kapal-kapal nelayan. Dan seringkali melahap hidup-hidup para nelayan maupun warga sekitar muara. Kejadian terakhir, seekor buaya raksasa sepanjang 6 meter dengan lebar 1,5 meter telah melahap hidup-hidup tubuh seorang laki-laki warga desa, bernama Sahar.

Berdasarkan penuturan Rochyati, seorang warga desa Manubar. Usai melahap tubuh Sahar, buaya itu dicari beramai-ramai oleh warga namun tidak ketemu-ketemu. Alhasil warga minta bantuan marinir, polisi, dan pawang buaya dari masyarakat adat sana. Dengan sinergi kekuatan banyak pihak, serta rapalan doa dan mantra-mantra, akhirnya buaya itu muncul ke permukaan. Pawang pun mengajak komunikasi buaya itu.

"Hai, buaya... Apa benar kamu yang memakan Sahar?" Tanya pawang.

"Benar, memangnya kenapa? Aku lapar!" Jawab buaya.

"Berhentilah mengganggu manusia. Dan cepat keluarkan tubuh sahar dari perutmu." Ujar pawang.

"Aku tidak mau. Aku lapar. Kalau aku keluarkan tubuh manusia ini, aku akan lapar lagi." Kata buaya.

"Tidak... pokoknya kamu harus keluarkan Sahar... atau kamu akan kami tembak...." Ancam sang pawang.

"Hahahaha... silahkan tembak saja aku. Lebih baik aku mati daripada harus kelaparan." Ucap buaya dengan santainya.

"Katakan padaku, sebenarnya kamu ini buaya atau apa? Kenapa jahat sekali. Setelah tubuh Sahar keluar, kami akan beri kamu makanan banyak." Ujar sang pawang. Di sini pawang menyadari bahwa buaya yang dihadapinya keras kepala dan sepertinya bukan buaya biasa. Kalau buaya biasa, diancam mau ditembak pasti menyerah.

"Aku raja buaya di sini. Aku sesepuh para buaya di sini. Aku dulunya manusia. Aku jelmaan manusia. Hei pawang. Kalau aku keluarkan tubuh manusia ini, maka aku akan malu pada buaya-buaya di seluruh muara ini. Aku akan dianggap tidak kuat lagi. Aku dianggap kalah dari manusia."

Usaha negosiasi gagal dilakukan. Sebenarnya para polisi dan marinir enggan untuk menembak buaya itu. Setelah melakukan perundingan dengan masyarakat adat dan berbagai pihak. Sang pawang akhirnya meminta seluruh warga desa bersaksi dan bertanggungjawab atas kematian buaya predator ini. Sebelum ditembak, seluruh warga desa dimintai tandatangan sebagai bukti keresahan dan kemauan agar buaya ini dibunuh saja.

Maka setelah seluruh pihak sepakat. Akhirnya, sekitar 30 pasukan gabungan TNI AL dan POLRI menembak buaya itu. Dan setelah buaya mati, perutnya dibedah. Ternyata benar, di dalamnya ada tubuh Sahar yang sudah koyak.

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Kami | Kontak